Palang Merah Bukan Organisasi Partisan

Oleh: Cakra Achmad

Relawan Gemma 9

Isu politisasi organisasi kemanusiaan seperti Palang Merah Indonesia (PMI) belakangan ini menjadi perhatian aktivis kemanusiaan. Bermula dari pernyataan Sudirman Said yang dikutip beberapa media online awal Desember 2024 ini, tentang adanya upaya mengganti Bapak M. Jusuf Kalla sebagai Ketua Umum PMI tanpa melalui mekanisme sah organisasi. Rumor tentang potensi perubahan kepemimpinan PMI yang diduga bermuatan rencana jahat politik pencitraan dan disulap menjadi kendaaraan yang akan dipakai menunggangi jejaring relawan kemanusiaan di akar rumput. 

PMI memiliki basis organisasi yang sangat kuat, dan relawannya mencapai jutaan orang. Tentu saja mengakuisisi PMI bagi politikus tiada lain untuk memperkuat modal sosial menuju Pemilu 2029. Kelakuan ini, siapapun dia, perlu kita kritik keras, mengingat ancaman terhadap prinsip-prinsip dasar netralitas organisasi. PMI. Sebagaimana lembaga serupa di jaringan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional, memiliki misi untuk melayani semua pihak tanpa memihak, tanpa tujuan politik, apalagi memanfaatkan peluang keterpilihan di tengah bencana atau konflik yang mematikan.

Prinsip netralitas merupakan inti dari gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah, yang telah ditegaskan sejak berdirinya organisasi Palang Merah Dunia pada tahun 1863 di Jenewa, Swiss. Gerakan ini memastikan bahwa bantuan kemanusiaan diberikan berdasarkan kebutuhan semata, tanpa membedakan latar belakang agama, politik, atau etnis penerima bantuan. Netralitas ini penting untuk menjamin akses ke wilayah konflik atau area bencana tanpa menimbulkan kecurigaan dari pihak yang berkonflik atau penerima bantuan.

Sejarah mencatat sejumlah kasus di mana organisasi kemanusiaan menghadapi tekanan politik yang mengancam integritasnya. Salah satunya terjadi selama Perang Saudara Nigeria (1967–1970), atau dikenal sebagai Perang Biafra. Palang Merah Internasional dituduh memihak kelompok tertentu, sehingga operasi kemanusiaan terganggu dan memicu eskalasi konflik. Contoh lainnya adalah di Darfur, Sudan, pada 2003–2004. Bulan Sabit Merah Sudan dituding berkolaborasi dengan pemerintah, sehingga kelompok pemberontak menolak akses bantuan. Sementara itu, dalam krisis Suriah yang dimulai pada 2011, Palang Merah Suriah sempat diragukan netralitasnya, yang mengakibatkan operasi organisasi terbatas di beberapa wilayah.

Di Indonesia, rumor politisasi PMI bukan kali pertama terjadi. Di tengah dinamika politik menuju Pemilu 2029, strategi politik bansos dan pencitraan sering kali menjadi senjata kandidat tertentu. Politisasi bantuan kemanusiaan atau lembaga seperti PMI akan berisiko besar, terutama dalam konteks kepercayaan publik. Ketika masyarakat mulai mengasosiasikan PMI dengan kepentingan politik kandidat tertentu, kepercayaan terhadap bantuan dan organisasi dapat runtuh. Hilangnya kepercayaan ini berdampak langsung pada pengurangan donasi masyarakat serta dukungan dari komunitas internasional.

Selain itu, organisasi palang merah atau bulan sabit merah yang ditarik ke ranah politik cenderung memicu polarisasi masyarakat. Politisasi seperti ini mengaburkan tujuan kemanusiaan, menciptakan persepsi bahwa bantuan hanya diberikan kepada kelompok tertentu atau untuk menarik simpati konstituen. Dalam situasi bencana, efek domino dari hilangnya netralitas dapat memperburuk keadaan korban yang seharusnya menjadi prioritas utama.

Operasi kemanusiaan di lapangan juga berpotensi terganggu ketika organisasi dianggap tidak netral. Para relawan dapat menjadi target kekerasan, terutama di wilayah konflik, sehingga distribusi bantuan terhambat. Kondisi ini tidak hanya membahayakan nyawa petugas atau relawan, tetapi juga memperburuk situasi kemanusiaan yang situasinya kadang sangat kompleks di beberapa Lokasi bencana maupun konflik..

Untuk mengatasi potensi politisasi yang mengancam integritas Palang Merah Indonesia (PMI), penting bagi organisasi ini untuk memperkuat sistem internal yang menjamin independensi dan netralitasnya. Salah satu langkah yang bisa diambil adalah dengan memperjelas dan menguatkan mekanisme seleksi kepemimpinan yang bebas dari campur tangan politik.

Selain itu, PMI harus memperkuat kapasitas secara berkelanjutan bagi relawan dan pengurus tentang pentingnya menjaga imparsialitas serta memberikan pemahaman yang mendalam tentang misi kemanusiaan tanpa memihak. Keterlibatan masyarakat dan komunitas internasional dalam pengawasan suksesi kepemimpinan PMI juga bisa menjadi langkah yang efektif untuk menjaga transparansi dan kepercayaan publik. Dengan cara ini, PMI bisa terus beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip dasar Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional, tanpa terjerumus ke dalam agenda politik yang merugikan dalam jangka panjang.

Palang Merah dan Bulan Sabit Merah bukanlah alat propaganda, melainkan pilar kemanusiaan yang menjembatani perbedaan. Kita harus bersama-sama melindungi nilai-nilai fundamental ini, agar organisasi ini tetap menjadi tempat semua orang dapat menemukan harapan dan pertolongan tanpa prasangka. Jagalah Marwah PMI tetap non partisan.